Minggu, 23 September 2012

Sendang Kasihan, Mata air yang tak pernah kering







Keberadaan sendang kasihan tidak terlepas dari mitos yang menjadi rona suatu petilasan. Sendang kasihan yang terletak di dusun Kasihan, kelurahan tamantirto, kecamatan Kasihan, kabupaten Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ini memiliki beberapa cerita tentang hal ikhwal sendang tersebut. Sendang ini tidak jauh dari pabrik gula Madukismo kurang lebih 1,5 km disebelah baratnya sebelum daerah goa selarong. Atau dari perempatan ringroad tamantirto sekitar 1 km kearah selatan.


Terbentuknya sumber mata air di sendang kasihan ini konon merupakan tuah dari Sunan Kalijaga yang dalam pengembaraannya melewati daerah Kasihan membutuhkan air bersih. Namun beliau mencari namun tetap tidak mendapatkan sember mata air tersebut, maka dengan menancapkan tongkatnya ke dalam tanah setalah diangkat keluarlah air dari bekas lobang yang tertancap tongkat Sunan kalijaga tersebut. Air yang keluar berupa air yang bersih dan jernihdan terkumpul dalam cekungan yang dinamai sendang kasihan tersebut. Bahkan sendang kasihan tersebut juga disebut sebagai sendang pengasih karena menurut cerita masyarakat sendang ini pernah menjadi tempat bagi Nyi roro pembayun (putri panembahan senopati) yang dalam perjalanan menuju ke wilayah Mangir, membasuh mukanya dengan air sendang tersebut berikut para pengiringnya. Tak di nyana kecantikan Nyi Roro Pembayun semakin terlihat muda dan semakin cantik dan membuat Ki Ageng Mangir jatuh cinta kepada putri Panembahan Senopati tersebut. Oleh karena itu samapi saat ini sendang ini diyakini dapat membuat orang awet muda jika memakai air sendang untuk membasuh wajahnya.


Sendang kasihan ini juga pernah sebagai tempat bersemedi Raden Ronggo putra panembahan senopati dengan Ratu Kidul. Didekat Sendang juga terdapat sebuah rumah kecil yang diberi nama Juru Martanipuro yang dibangun oleh Ki Juru Martani sebelum berangkat ke kadipaten Pati.


Wilayah ini kasihan secara turun temurun dikuasai oleh Adik Raja Kasultanan Yogyakarta, tercatat dari tahun 1760, epnguasa kadipaten kasihan adalah :
Pangeran Yudonegoro
Pangeran Suronegoro
Pangeran Brotodiningrat I
Pangeran Surosentiko
Pangeran Brotodiningrat II
Pangeran Brotodiningrat III
Pangeran Fransiscus Xaverius Buntaran Martoatmodjo (1936-1952)
Diserahkan kepada pemerintah desa setempat dibawah pimpinan Raden Ngabehi Prodjosantoso pada bulan desember 1945.


Kondisi sendang kasihan saat ini telah diberi pagar luar setinggi kurang lebih 2 meter. Pada dinding sebelah barat merupakan pintu utama dengan tinggi 1,5 meter dan lebar 80 cm. pada sisi utara dan selatan sendang sudah dilengkapi 3 kamar mandi sebagai pembilasan. Sedangkan disisi tenggara terdapat bangunan rumah yang merupakan tempat tinggal penjaga sendang. Dinding sendang sudah direnovasi dengan ditembok dan disisi sebelah timur diberi pintu air, ini berfungsi sebagai pengurasan dan pengatur volume air.


Dibagian barat sendang terdapat dua buah arca batu yang berjajar menghadap ke selatan dengan tinggi 50 cm dan ketebalan 15 cm. Satu arca yang disebelah barat dalam kondisi rusak yakni patah pada bagian hidung/belalai karena menilik dari bentuknya merupakan arca ganesha. Sedangkan yang disebelah timur dilihat ciri fisiknya merupakan arca Agastya. Yang paling istimewa dari sendang tersebut airnya tidak pernah kering bahkan pada musim kemarau sekalipun.




How to get there : Belum ada angkutan umum yang menjangkau tempat ini, namun anda bisa menggunakan bis yang melalui ringroad selatan dan turun di perempatan Tamantirto kemudian berjalan kaki ataupun naik ojek kearah selatan
Dengan menggunakan kendaraan pribadi baik mobil maupun motor

1 komentar:

  1. Menarik, kunjungi juga blogku ya ,
    Tumenggung Maduseno adalah suami dari cucu Putri Pembayun, Dewi Sekar Rinonce. Sekar Rinonce adalah putri dari Bagus Wanabaya dengan Nyai Linggarjati, adik Purwagalih dengan gelar Ki Jepra, salah satu keturunan Siliwangi. Bagus Wanabaya berputra 3 orang : Utari Sandi Jayaningsih, Raden Panji Wanayasa dan Dewi Sekar Rinonce ( Dimakamkan di Cilangkap RW 8 Tapos Depok). Tumenggung Maduseno sendiri adalah putra dari Panembahan Sedo Krapyak, raja Mataram ke II yang menjadi salah satu komandan Pasukan Mataram di Batavia. Jadi alur sejarah Ki Bodronolo di Kebumen kemungkinan besar berasal dari Dewi Sekar Rinonce ini. Keturunan Ki Ageng Mangir dan Putri Pembayun kebanyakan menyebar di Kebayunan, Tapos, Depok. Upaya untuk menghilangkan sejarah ini sesuai dengan tujuan Ki Bagus Wanabaya yang menginginkan agar anak-keturunan Ki Ageng Mangir lebih baik berbaur saja di masyarakat tanpa gelar kebangsawanan. Oleh sebab darah kepahlawanan itu bukan berasal dari kraton tetapi dari kiprah trah Mangir di lapangan. Ki Bagus Wanabaya lebih menginginkan agar keturunannya bisa berperan seperti akar pohon, yang mampu menghidupi seluruh pohon tanpa harus kelihatan dari luar. Sebagaimana dulu Bagus Wanabaya dan seluruh anak-anaknya giat menjadi komandan pasukan telik-sandi Mataram di Batavia (tahun 1629) untuk membantu penyerbuan Mataram ke Batavia.http://panyutro.blogspot.com/2013/01/ki-ageng-mangir-panembahan-senopati.html

    BalasHapus