A.
Sejarah
Menurut Babad Ponorogo, berdirinya Kabupaten
Ponorogo dimulai setelah Raden Katong sampai di wilayah Wengker, lalu memilih
tempat yang memenuhi syarat untuk pemukiman (yaitu di dusun Plampitan Kelurahan
Setono Kecamatan Jenangan sekarang). Melalui situasi dan kondisi yang penuh
dengan hambatan, tantangan, yang datang silih berganti, Raden Katong, Selo Aji,
dan Ki Ageng Mirah beserta pengikutnya terus berupaya mendirikan pemukiman.
Tahun 1482 – 1486 M, untuk mencapai tujuan
menegakkan perjuangan dengan menyusun kekuatan, sedikit demi sedikit kesulitan
tersebut dapat teratasi, pendekatan kekeluargaan dengan Ki Ageng Kutu dan
seluruh pendukungnya ketika itu mulai membuahkan hasil.
Dengan persiapan dalam rangka merintis kadipaten
didukung semua pihak, Bathoro Katong (Raden Katong) dapat mendirikan Kadipaten
Ponorogo pada akhir abad XV, dan ia menjadi adipati yang pertama.
Kadipaten Ponorogo berdiri pada tanggal 11
Agustus 1496, tanggal inilah yang kemudian di tetapkan sebagai hari jadi kota
Ponorogo. Penetapan tanggal ini merupakan kajian mendalam atas dasar bukti
peninggalan benda-benda purbakala di daerah Ponorogo dan sekitarnya, juga
mengacu pada buku Hand book of Oriental History,
sehingga dapat ditemukan hari wisuda Bathoro Katong sebagai Adipati Kadipaten
Ponorogo. Sejak berdirinya Kadipaten Ponorogo dibawah pimpinan Raden Katong ,
tata pemerintahan menjadi stabil dan pada tahun 1837 Kadipaten Ponorogo pindah
dari Kota Lama ke Kota Tengah menjadi Kabupaten Ponorogo hingga sekarang.
Asal-usul nama Ponorogo bermula dari kesepakatan
dalam musyawarah bersama Raden Bathoro Katong, Kyai Mirah, Selo Aji dan
Joyodipo pada hari Jum'at saat bulan purnama, bertempat di tanah lapang dekat
sebuah gumuk (wilayah katongan sekarang). Didalam musyawarah tersebut di
sepakati bahwa kota yang akan didirikan dinamakan Pramana
Raga yang akhirnya berubah
menjadi Ponorogo.
Pramana Raga terdiri dari dua kata: Pramana yang berarti daya kekuatan, rahasia hidup, permono, wadi sedangkan Raga berarti badan, jasmani. Kedua kata
tersebut dapat ditafsirkan bahwa dibalik badan, wadak manusia tersimpan suatu
rahasia hidup(wadi) berupa olah
batin yang mantap dan mapan berkaitan dengan pengendalian sifat-sifat amarah, aluwamah, shufiah dan muthmainah. Manusia yang memiliki
kemampuan olah batin yang mantap dan mapan akan menempatkan diri dimanapun dan
kapanpun berada.
Reog adalah salah satu kesenian budaya
yang berasal dari Jawa Timur bagian barat-laut dan Ponorogo dianggap sebagai kota asal Reog
yang sebenarnya. Gerbang kota Ponorogo dihiasi oleh sosok warok dan gemblak, dua sosok yang ikut tampil pada
saat reog dipertunjukkan. Reog adalah salah satu budaya daerah di Indonesia
yang masih sangat kental dengan hal-hal yang berbau mistik dan ilmu kebatinan
yang kuat.
Ada lima versi cerita populer yang berkembang di masyarakat tentang
asal-usul Reog dan Warok, namun salah satu cerita yang paling terkenal adalah
cerita tentang pemberontakan Ki Ageng Kutu, seorang
abdi kerajaan pada masa Bhre
Kertabhumi, Raja Majapahit terakhir yang berkuasa pada abad
ke-15. Ki Ageng Kutu murka akan pengaruh kuat dari pihak
istri raja Majapahit yang berasal dariCina, selain itu juga
murka kepada rajanya dalam pemerintahan yang korup, ia pun melihat bahwa
kekuasaan Kerajaan Majapahit akan berakhir. Ia lalu meninggalkan
sang raja dan mendirikan perguruan di mana ia mengajar seni bela diri kepada
anak-anak muda, ilmu kekebalan diri, dan ilmu kesempurnaan dengan harapan bahwa
anak-anak muda ini akan menjadi bibit dari kebangkitan kerajaan Majapahit kembali.
Sadar bahwa pasukannya terlalu kecil untuk melawan pasukan kerajaan maka pesan
politis Ki Ageng Kutu disampaikan melalui pertunjukan seni Reog, yang merupakan
"sindiran" kepada Raja Kertabhumi dan kerajaannya. Pagelaran Reog
menjadi cara Ki Ageng Kutu membangun perlawanan masyarakat lokal menggunakan
kepopuleran Reog.
Dalam pertunjukan Reog ditampilkan topeng berbentuk kepala singa
yang dikenal sebagai "Singa barong", raja hutan, yang menjadi
simbol untuk Kertabhumi, dan diatasnya ditancapkan bulu-bulu merak hingga
menyerupai kipas raksasa yang menyimbolkan pengaruh kuat para rekan Cinanya
yang mengatur dari atas segala gerak-geriknya. Jatilan, yang diperankan oleh
kelompok penari gemblak yang menunggangi kuda-kudaan menjadi
simbol kekuatan pasukan Kerajaan Majapahit yang menjadi perbandingan kontras
dengan kekuatan warok, yang berada dibalik topeng badut merah yang menjadi
simbol untuk Ki Ageng Kutu, sendirian dan menopang berat topeng singabarong
yang mencapai lebih dari 50 kg hanya dengan menggunakan giginya. Kepopuleran Reog Ki Ageng Kutu akhirnya
menyebabkan Bhre
Kertabhumi mengambil
tindakan dan menyerang perguruannya, pemberontakan oleh warok dengan cepat diatasi, dan perguruan
dilarang untuk melanjutkan pengajaran akan warok. Namun murid-murid
Ki Ageng kutu tetap melanjutkannya secara diam-diam. Walaupun begitu, kesenian
Reognya sendiri masih diperbolehkan untuk dipentaskan karena sudah menjadi
pertunjukan populer di antara masyarakat, namun jalan ceritanya memiliki alur
baru di mana ditambahkan karakter-karakter dari cerita rakyat Ponorogo yaitu Kelono Sewandono, Dewi Songgolangit, dan Sri Genthayu.
Versi resmi alur cerita Reog Ponorogo kini adalah cerita tentang
Raja Ponorogo yang berniat melamar putri Kediri, Dewi Ragil Kuning, namun di
tengah perjalanan ia dicegat oleh Raja Singabarong dari Kediri. Pasukan Raja
Singabarong terdiri dari merak dan singa, sedangkan dari pihak Kerajaan Ponorogo Raja Kelono dan Wakilnya Bujang Anom,
dikawal oleh warok (pria berpakaian hitam-hitam dalam
tariannya), dan warok ini memiliki ilmu hitam mematikan. Seluruh tariannya
merupakan tarian perang antara Kerajaan Kediri dan Kerajaan Ponorogo,
dan mengadu ilmu hitam antara keduanya, para penari dalam keadaan
"kerasukan" saat mementaskan tariannya.
Hingga kini masyarakat Ponorogo hanya mengikuti apa yang menjadi
warisan leluhur mereka sebagai warisan budaya yang sangat kaya. Dalam
pengalamannya Seni Reog merupakan cipta kreasi manusia yang terbentuk adanya
aliran kepercayaan yang ada secara turun temurun dan terjaga. Upacaranya pun
menggunakan syarat-syarat yang tidak mudah bagi orang awam untuk memenuhinya
tanpa adanya garis keturunan yang jelas. mereka menganut garis keturunan
Parental dan hukum adat yang masih berlaku.
B. Pementasan Seni Reog
Reog modern biasanya dipentaskan dalam beberapa peristiwa seperti
pernikahan, khitanan dan hari-hari besar Nasional. Seni Reog Ponorogo terdiri
dari beberapa rangkaian 2 sampai 3 tarian pembukaan. Tarian pertama biasanya
dibawakan oleh 6-8 pria gagah berani dengan pakaian serba hitam, dengan muka
dipoles warna merah. Para penari ini menggambarkan sosok singa yang pemberani.
Berikutnya adalah tarian yang dibawakan oleh 6-8 gadis yang menaiki kuda. Pada
reog tradisionil, penari ini biasanya diperankan oleh penari laki-laki yang
berpakaian wanita. Tarian ini dinamakan tari jaran kepang atau jathilan, yang harus dibedakan
dengan seni tari lain yaitu tarikuda lumping.
Tarian pembukaan
lainnya jika ada biasanya berupa tarian oleh anak kecil yang membawakan adegan
lucu yang disebut Bujang Ganong atau Ganongan.
Setelah tarian pembukaan selesai, baru ditampilkan adegan inti yang
isinya bergantung kondisi dimana seni reog ditampilkan. Jika berhubungan dengan
pernikahan maka yang ditampilkan adalah adegan percintaan. Untuk hajatan
khitanan atau sunatan, biasanya cerita pendekar,
Adegan dalam seni reog biasanya tidak mengikuti skenario yang
tersusun rapi. Disini selalu ada interaksi antara pemain dan dalang (biasanya
pemimpin rombongan) dan kadang-kadang dengan penonton. Terkadang seorang pemain
yang sedang pentas dapat digantikan oleh pemain lain bila pemain tersebut
kelelahan. Yang lebih dipentingkan dalam pementasan seni reog adalah memberikan
kepuasan kepada penontonnya.
Adegan terakhir adalah singa barong,
dimana pelaku memakai topeng berbentuk kepala singa dengan mahkota yang terbuat
dari bulu burungmerak.
Berat topeng ini bisa mencapai 50-60 kg. Topeng yang berat ini dibawa oleh
penarinya dengan gigi. Kemampuan untuk membawakan topeng ini selain diperoleh
dengan latihan yang berat, juga dipercaya diproleh dengan latihan spiritual
seperti puasa dan tapa.
C. Tokoh – tokoh dalam Seni
Reog
Ø Jathil
Jathil adalah prajurit berkuda dan merupakan salah satu tokoh dalam
seni Reog. Jathilan merupakan tarian yang menggambarkan ketangkasan prajurit
berkuda yang sedang berlatih di atas kuda. Tarian ini dibawakan oleh penari di
mana antara penari yang satu dengan yang lainnya saling berpasangan.
Ketangkasan dan kepiawaian dalam berperang di atas kuda ditunjukkan dengan
ekspresi atau greget sang penari.
Jathilan ini pada mulanya ditarikan oleh laki-laki yang halus,
berparas ganteng atau mirip dengan wanita yang cantik. Gerak tarinya pun lebih
cenderung feminin. Sejak tahun 1980-an ketika tim kesenian Reog Ponorogo hendak
dikirim ke Jakarta untuk pembukaan PRJ (Pekan Raya Jakarta), penari jathilan
diganti oleh para penari putri dengan alasan lebih feminin. Ciri-ciri kesan
gerak tari Jathilan pada kesenian Reog Ponorogo lebih cenderung pada halus,
lincah, genit. Hal ini didukung oleh pola ritmis gerak tari yang silih berganti
antara irama mlaku (lugu) dan irama ngracik.
Ø Warok
Warok yang berasal dari kata wewarah adalah orang yang mempunyai
tekad suci, memberikan tuntunan dan perlindungan tanpa pamrih. Warok adalah
wong kang sugih wewarah (orang yang kaya akan wewarah). Artinya, seseorang
menjadi warok karena mampu memberi petunjuk atau pengajaran kepada orang lain
tentang hidup yang baik.Warok iku wong
kang wus purna saka sakabehing laku, lan wus menep ing rasa (Warok adalah orang yang sudah
sempurna dalam laku hidupnya, dan sampai pada pengendapan batin).
Warok merupakan karakter/ciri khas dan jiwa masyarakat Ponorogo yang
telah mendarah daging sejak dahulu yang diwariskan oleh nenek moyang kepada
generasi penerus. Warok merupakan bagian peraga dari kesenian Reog yang tidak
terpisahkan dengan peraga yang lain dalam unit kesenian Reog Ponorogo. Warok
adalah seorang yang betul-betul menguasai ilmu baik lahir maupun batin.
Ø Barongan (Dadak merak)
Barongan
(Dadak merak) merupakan peralatan tari yang paling dominan dalam kesenian Reog
Ponorogo. Bagian-bagiannya antara lain; Kepala Harimau (caplokan), terbuat dari kerangka kayu, bambu, rotan ditutup
dengan kulit Harimau Gembong. Dadak merak, kerangka terbuat dari bambu dan
rotan sebagai tempat menata bulu merak untuk menggambarkan seekor merak sedang
mengembangkan bulunya dan menggigit untaian manik - manik (tasbih).Krakap terbuat dari kain beludru warna
hitam disulam dengan monte, merupakan aksesoris dan tempat
menuliskan identitas group reog. Dadak merak ini berukuran panjang
sekitar 2,25 meter, lebar sekitar 2,30 meter, dan beratnya hampir 50 kilogram.
Ø Klono Sewandono
Klono Sewandono atau Raja Kelono adalah seorang
raja sakti mandraguna yang memiliki pusaka andalan berupa Cemeti yang sangat
ampuh dengan sebutan Kyai Pecut Samandiman kemana saja pergi sang Raja yang
tampan dan masih muda ini selalu membawa pusaka tersebut. Pusaka tersebut
digunakan untuk melindungi dirinya. Kegagahan sang Raja di gambarkan dalam
gerak tari yang lincah serta berwibawa, dalam suatu kisah Prabu Klono Sewandono
berhasil menciptakan kesenian indah hasil dari daya ciptanya untuk menuruti
permintaan Putri (kekasihnya). Karena sang Raja dalam keadaan mabuk asmara maka
gerakan tarinyapun kadang menggambarkan seorang yang sedang kasmaran.
Ø
Bujang Ganong
Bujang Ganong (Ganongan) atau Patih
Pujangga Anom adalah salah satu tokoh yang enerjik, kocak sekaligus mempunyai
keahlian dalam seni bela diri sehingga disetiap penampilannya senantiasa di
tunggu - tunggu oleh penonton khususnya anak - anak. Bujang Ganong
menggambarkan sosok seorang Patih Muda yang cekatan, berkemauan keras, cerdik,
jenaka dan sakti.
D. Kontroversi
Tarian sejenis Reog Ponorogo yang ditarikan di Malaysia dinamakan Tari Barongan
Tarian ini juga menggunakan topeng dadak merak,
yaitu topeng berkepala harimau yang di atasnya terdapat bulu-bulu merak.
Deskripsi dan foto tarian ini ditampilkan dalam situs resmi Kementrian
Kebudayaan Kesenian dan Warisan Malaysia.
Kontroversi timbul karena pada topeng dadak merak di situs resmi
tersebut terdapat tulisan "Malaysia", dan diakui sebagai warisan masyarakat
dari Batu Pahat, Johor dan Selangor,
Malaysia. Hal ini memicu protes berbagai pihak di Indonesia,
termasuk seniman Reog asal Ponorogo yang menyatakan bahwa hak cipta kesenian
Reog telah dicatatkan dengan nomor 026377 tertanggal 11 Februari 2004, dan
dengan demikian diketahui oleh Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia. Ditemukan pula informasi bahwa dadak
merak yang terlihat di situs resmi tersebut adalah buatan pengrajin Ponorogo. Ribuan seniman Reog sempat
berdemonstrasi di depan Kedutaan Malaysia di Jakarta. Pemerintah Indonesia menyatakan akan
meneliti lebih lanjut hal tersebut. Pada akhir November 2007, Duta Besar
Malaysia untuk Indonesia Datuk Zainal Abidin Muhammad Zain menyatakan bahwa
Pemerintah Malaysia tidak pernah mengklaim Reog Ponorogo sebagai budaya asli
negara itu. Reog yang disebut “Barongan” di Malaysia dapat dijumpai di Johor
dan Selangor, karena dibawa oleh rakyat Jawa yang merantau ke negeri tersebut.